Self Introspection
Beberapa hari yang lalu saya sedang berbincang-bincang dengan beberapa teman wanita saya. Lalu salah satu dari kami mulai membahas topik tentang bagaimana dulu ia di didik oleh keluarganya.
"Dulu nyokap gue yang paling sering banget ngomel-ngomel tapi ga begitu berasa diomelin, bokap gue jarang banget ngomong, sekalinya marahin gue, kata-katanya tajem banget. Jleb banget di hati.", kata Titi. Lalu, mulailah yang lain juga menambahkan. "Sama banget, bokap gue dulu pernah ngomong kalo ga ada Papa lu juga ga hidup, karena gue masih dibiayain bokap gue pas sekolah. Makanya sekarang gue kerja, beli mobil, kuliah semuanya pake uang sendiri.", kata Lita. Aku mulai teringat, masa kecil ku. Saat saya masih berumur 10 tahun ada kata-kata yang paling membekas dibenak saya ketika orang tua saya marah dan pernah mengatakan "Memang mencari uang itu mudah? Cari uang itu susah! Coba kamu sekarang keluar, cari aja uang Rp. 10.000. Bahkan Rp. 1000 aja kamu belum tentu dapet!"
Sejak saat itu, saya selalu berpikir, bagaimana saya tunjukan ke orang tua saya, bahwa saya bisa mencari uang juga, bahkan tanpa orang tua saya memberi uang jajan ke saya. Saat saya sedang mengingat kembali kejadian itu, teman saya melanjutkan lagi ceritanya. "Makanya gue kurang bisa respect sama bokap gue, dia dulu suka mukulin gue dan nyokap gue.", kata Lia.
Lalu Titi pun menambahkan "Gue juga kok dulu suka dipukul sama nyokap gue. Tapi entah kenapa gue ga masukin ke hati sih"
Aku kembali teringat, saat aku berumur 9 tahun hingga remaja, sering sekali aku dipukul oleh orang tua ku. Memang tujuannya untuk mendidik. Setiap mendapat nilai jelek, tidak buat tugas, catatan tidak lengkap pasti akan kena pukulan. Sempat terbayang saat buku harianku dilempar langsung ke kepalaku, karena aku lebih suka menuliskan perasaanku dibanding bercerita langsung ke orang tua karena aku segan. Lalu teman kami yang bungsu mulai berbicara "Gue sih ga pernah dipukul, atau dimarahi seperti kalian", kata Sari.
Kamipun sempat terdiam, mungkin masing - masing dari kami berpikir beruntung sekali dia tidak pernah merasakan pukulan dari orang tua.
Tapi teman saya tiba-tiba mengatakan hal yang membuat saya bersyukur "Tapi gue beruntung sih ngerasain dididik keras seperti itu. Gue jadi anak yang sopan sekarang, tau aturan, dan mungkin gue ga berani merantau ke Jakarta.", kata Titi.
Pukulan Orang Tua
Beberapa hari yang lalu saya sedang berbincang-bincang dengan beberapa teman wanita saya. Lalu salah satu dari kami mulai membahas topik tentang bagaimana dulu ia di didik oleh keluarganya.
"Dulu nyokap gue yang paling sering banget ngomel-ngomel tapi ga begitu berasa diomelin, bokap gue jarang banget ngomong, sekalinya marahin gue, kata-katanya tajem banget. Jleb banget di hati.", kata Titi. Lalu, mulailah yang lain juga menambahkan. "Sama banget, bokap gue dulu pernah ngomong kalo ga ada Papa lu juga ga hidup, karena gue masih dibiayain bokap gue pas sekolah. Makanya sekarang gue kerja, beli mobil, kuliah semuanya pake uang sendiri.", kata Lita. Aku mulai teringat, masa kecil ku. Saat saya masih berumur 10 tahun ada kata-kata yang paling membekas dibenak saya ketika orang tua saya marah dan pernah mengatakan "Memang mencari uang itu mudah? Cari uang itu susah! Coba kamu sekarang keluar, cari aja uang Rp. 10.000. Bahkan Rp. 1000 aja kamu belum tentu dapet!"
Sejak saat itu, saya selalu berpikir, bagaimana saya tunjukan ke orang tua saya, bahwa saya bisa mencari uang juga, bahkan tanpa orang tua saya memberi uang jajan ke saya. Saat saya sedang mengingat kembali kejadian itu, teman saya melanjutkan lagi ceritanya. "Makanya gue kurang bisa respect sama bokap gue, dia dulu suka mukulin gue dan nyokap gue.", kata Lia.
Lalu Titi pun menambahkan "Gue juga kok dulu suka dipukul sama nyokap gue. Tapi entah kenapa gue ga masukin ke hati sih"
Aku kembali teringat, saat aku berumur 9 tahun hingga remaja, sering sekali aku dipukul oleh orang tua ku. Memang tujuannya untuk mendidik. Setiap mendapat nilai jelek, tidak buat tugas, catatan tidak lengkap pasti akan kena pukulan. Sempat terbayang saat buku harianku dilempar langsung ke kepalaku, karena aku lebih suka menuliskan perasaanku dibanding bercerita langsung ke orang tua karena aku segan. Lalu teman kami yang bungsu mulai berbicara "Gue sih ga pernah dipukul, atau dimarahi seperti kalian", kata Sari.
Kamipun sempat terdiam, mungkin masing - masing dari kami berpikir beruntung sekali dia tidak pernah merasakan pukulan dari orang tua.
Tapi teman saya tiba-tiba mengatakan hal yang membuat saya bersyukur "Tapi gue beruntung sih ngerasain dididik keras seperti itu. Gue jadi anak yang sopan sekarang, tau aturan, dan mungkin gue ga berani merantau ke Jakarta.", kata Titi.
Setelah pikiranku terbuka, saya menyadari pentingnya pukulan orang tua itu. "Gue juga bersyukur, kalo gue ga dididik sekeras itu, gue mungkin lebih susah mengutarakan pendapat gue. Mungkin gue ga akan semandiri ini, bahkan gue ga akan mulai jualan dan sampe seperti sekarang ini."
Lalu Lia pun bercerita, ia sudah bisa memaafkan dan menghormati Papanya karena terkena sakit stroke dan ia bersyukur kalau dia tidak pernah dimarahi seperti itu, mungkin ia belum bekerja sejak muda dan membiayai kehidupan dan pendidikannya sendiri.
Kami semua menyadari tidak satupun pukulan dari orang tua yang tidak berguna. Tiap pukulan membentuk karakter kita, bisa menjadi lebih baik, atau lebih buruk. Mejadikan kepribadian kita lebih kuat, atau malah lebih lemah.
Semua adalah pilihan kita sebagai anak, apa yang kita ambil dari makna pukulan orang tua ini. Jangan lupa menyertakan Tuhan dalam setiap proses kehidupan kita, karena bagaimanapun Dia yang Mahakuasa dapat memberikan kekuatan dalam setiap masalah didalam hidup ini.
*NB : Nama yang tertera pada post ini adalah nama samaran.
0 comment: